HUKUM TENTANG ADZAN DAN IQAMAH BAGI PEREMPUAN


Menurut bahasa, adzan berarti "pemberitahuan" atau "memberitahukan", sebagaimana firman Allah Swt. berikut:

وأذان من الله ورسوله

"Dan, (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan rasul Nya...." (QS. at-Taubah [9]: 3).

Orangnya dinamakan muadzin. Sedangkan iqamah secara bahasa berarti "mendirikan". Adapun menurut pengertian syar'i, iqamah pemberitahuan dengan lafal-lafal tertentu sebagai tanda bahwa shalat fardhu akan segera dimulai. Jadi, adzan merupakan pemberitahuan masuknya waktu shalat, sedangkan iqamah merupakan pemberitahuan tentang pelaksanaan shalat.

Adzan dan iqamah hukumnya sunnah muakkad bagi shalat fardhu, baik secara jamaah maupun sendirian (munfarid). Pelaksanaannya disunnahkan dengan suara yang keras, berdiri, dan menghadap kiblat. Yang menjadi pertanyaannya kemudian, bagaimanakah hukumnya bila yang mengumandangkan adzan dan iqamah itu adalah kaum wanita.

Terkait dikumandangkannya adzan oleh kaum wanita, para ulama berbeda pendapat. Ada tiga pendapat terkait hukum mengumandangkan adzan dan iqamah bagi seorang wanita. 

Pertama, adzan dan iqamah tidak disunnahkan bagi para wanita. Alasannya adalah karena adzan bertujuan untuk memanggil kaum laki-laki untuk berkumpul melaksanakan shalat berjamaah ke masjid, sehingga tidak boleh dilakukan oleh wanita. 

Kedua, iqamah disunnahkan, sedangkan adzan tidak. Ini adalah pendapat madzhab Syafi'i (pendapat mayoritas), Malik, dan Ahmad (dalam salah satu riwayat dari mereka).

Ketiga, adzan dan iqamah keduanya disunnahkan bagi wanita. Ini adalah pendapatnya Imam Ahmad (dalam salah satu riwayatnya), Imam Syafi'i (dalam salah satu riwayatnya), dan Ibnu Hazm,

Dari ketiga pendapat tersebut, pendapat yang lebih kuat dan banyak disepakati oleh sebagian besar ulama adalah pendapat yang ketiga. Alasannya adalah karena ada atsar dari beberapa sahabat yang menunjukkan bolehnya wanita mengumandangkan adzan dan iqamah. Di antara atsar itu diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al Mushannaf (1/223) dengan sanad yang shahih dari Sulaiman at-Taimi, yang mengatakan, "Kami bertanya kepada Anas bin Malik Ra. apakah adzan itu wajib bagi wanita. Anas menjawab, "Tidak wajib. Akan tetapi, jika mereka melakukannya maka adzan itu adalah dzikir."

Perkataan Anas bin Malik itu menunjukkan bahwa adzan tidak diwajibkan atas kaum wanita. Akan tetapi, jika mereka tetap ingin mengumandangkan adzan, maka tidaklah dilarang karena adzan merupakan salah satu dari jenis dzikir kepada Allah Swt. Sebagaimana mereka tidak dilarang untuk berdzikir, maka begitu pula halnya dengan adzan.

Dari beberapa riwayat tersebut, perlu dicatat bahwa bolehnya seorang wanita mengumandangkan adzan dan iqamah tidak berlaku secara mutlak. Hal ini harus memenuhi empat syarat sebagaimana berikut:

  1. Adzan dan iqamah hanya boleh ditujukan untuk sesama kaum wanita. Tidak boleh bagi seorang wanita mengumandangkan adzan untuk memanggil jamaah kaum laki-laki.
  2. Adzan dan iqamah hanya boleh dilakukan di lingkungan khusus wanita.
  3. Tidak boleh mengumandangkan adzan dengan suara keras yang dapat terdengar oleh kaum laki-laki. 
  4. Khusus untuk adzan, hal ini hanya dilakukan apabila tidak ada atau tidak terdengar suara adzan dari masjid lainnya. Jika sudah ada adzan dari masjid lainnya, maka tidak perlu lagi bagi mereka untuk mengumandangkan adzan.

Dari berbagai pendapat ulama tersebut, maka sangat jelas bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan bahwa adzan itu diwajibkan atas kaum wanita. Mereka hanya berbeda pendapat dalam hal disunnahkan atau tidaknya saja bagi wanita. Dan, yang perlu ditegaskan adalah bolehnya adzan dan iqamah bagi wanita harus dilakukan di lingkungan khusus wanita dan tidak didengar oleh kaum laki-laki."

Sementara itu, terkait hukum menjawab seruan adzan, para wanita disunnahkan untuk menjawab ketika mendengar adzan dan iqamah. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah Saw. berikut:

"Apabila kalian mendengar adzan, ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin." (HR. Muttafaqun 'Alaih).

Menjawab panggilan adzan dan iqamah dilakukan oleh semua wanita yang mendengar, termasuk yang sedang junub, haid, nifas, atau ketika thawaf, baik yang fardhu maupun yang nafilah (sunnah). Begitu juga wajib menjawab setelah keluar dari kamar mandi, setelah jima, serta setelah shalat selagi tidak terpisah terlalu lama dengan kumandang adzan. Meskipun demikian, ada satu hal yang harus diperhatikan oleh kaum wanita dalam menjawab seruan adzan, yaitu menjawab adzan dan iqamah dengan suara pelan, apalagi ketika ada laki-laki lain yang bukan mahramnya.


Sumber: 

Buku Lengkap Fiqih Wanita, Abdul Syukur Al-Azizi, DIVA Press, Yogyakarta, 2015



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM TENTANG ADZAN DAN IQAMAH BAGI PEREMPUAN"

Posting Komentar